Thursday, 2 April 2015

Asal Mula Huruf Jawa (yang dikenal dengan nama Carakan)

Asal Mula Huruf Jawa >> Aji Saka adalah seorang pertapa muda dari Hindustan, ia datang ke tanah jawa bersama dua orang abdinya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Mereka pergi ke negara Medang, tetapi dalam perjalanannya mereka singgah ke pegunungan Kendeng. Aji Saka berkata kepada Sembada salah satu abdinya, “Sembada! Besok saya akan pergi ke Medang, dan keris ajiku ini saya tinggal disini. Kupercayakan keris ajiku kepadamu. Siapapun yag datang meminta, jangan kauberi. Bila saya memerlukannya akan saya ambil sendiri. Ingatlah pesanku!!!”.

Selesai berbicara, berangkatlah Aji Saka ke negeri Medang bersama abdinya yang satu lagi. Sesampai di negeri Medang Aji Saka dikejutkan dengan adanya berita bahwa sang prabu penguasa negeri Medang ternyata memiliki kebiasaan memakan daging manusia, sehingga penduduk dinegeri tersebut banyak yang mengungsi ketempat lain. 

Aji Saka tersentuh dan ingin membantu mengatasi masalah tersebut, akhirnya ia menemui Sang Patih dan ia mengutarakan keinginannya untuk mengabdi di negeri Medang. Sang Patih tertegun melihat Aji Saka dengan sikapnya yang baik, Aji Saka seorang pemuda yang bijaksana dan tampan. Dalam benak Sang Patih, ia merasa sayang bila Aji Saka diserahkan kepada Sang Prabu.

Kata Sang Patih : “Baiklah engkau akan kuhadapkan kepada Sang Prabu. Engkau harus tahu tugasmu nanti, karena tidak mudah mengabdi kepada Sang Baginda Raja Medang”.

Jawab Aji Saka : “Hamba tidak gentar berhadapan dengan Sang Prabu, hamba akan tetap mengabdi kepada Sang Prabu. Maaf Sang Patih, jika nanti hamba ternyata tidak mati, bolehkan hamba meminta hadiah sebidang tanah seluas sorban (ikat kepala) ini?”

Sang Patih tertawa kecil dan berkata : “Baiklah, aku menyanggupi permintaanmu”. Lalu diajaklah Aji Saka ke istana. Pada waktu makan, Aji Saka mengubah dirinya menjadi anak kecil yang cantik dan imut. Sang Prabu sangat senang melihatnya. Kemudian Sang Prabu menimang-nimang anak kecil jelmaan Aji Saka dengan penuh napsu ingin melahapnya. Tetapi Aji Saka yang sakti dengan cekatan memegang bibir atas dan bibir bawah, lalu disobeklah mulut Sang Prabu raja Medang hingga akhirnya meninggal. Setelah Sang Prabu meninggal, Aji Saka berubah menjadi wujud aslinya dan menagih janji kepada Sang Patih agar ia diberi hadiah sebidang tanah seluas ikat kepalanya. Sang Patih dengan gembira memenuhi janjinya, kemudian dilapaskanlah ikat kepala Aji Saka dan dibentangkan diatas tanah. Ikat kepala itu semakin melebar, meluas hingga meliputi desa, hutang, gunung, lembah ngarai dan akhirnya seluruh kerajaan Medang menjadi miliknya.

Setelah negeri Medang dipimpin oleh raja Aji Saka, kehidupan masyarakat makin makmur dan keadaan negeri mulai ramai karena penduduk yang mengungsi sudah kembali lagi untuk mengolah sawah dan menanami ladang mereka yang sudah lama ditinggalkan mereka. Setelah rakyat hidup tenteram, teringatlah Aji Saka akan keris ajinya. Dipanggilnya Dora salah satu abdinya, ia berkata : “Hai Dora, pergilah kau kepegunungan Kendeng, ambilah kerisku! Katakan bahwa aku sedang sibuk sehinga aku tidak dapat mengambilnya sendiri!”.

Berangkatlah Dora kepegunungan Kendeng. Sesampai disana Dora memberi salam kepada Sembada, kemudian Dora mengutarakan maksud kedatangannya diutus tuannya Aji Saka untuk mengambil kerisnya. Sembada menolaknya dan berkata : “Pesan tuanku Aji Saka, bahwa keris aji ini tidak boleh diberikan kepada siapapun. Bila tuanku memerlukanya ia pasti akan datang sendiri ketempat ini.” Demikian pula dengan Dora merasa bahwa ia mendapat tugas dari tuannya. Ia tidak mengada-ada.

Akhirnya kedua abdi tersebut saling mempertahankan perintah Aji Saka, keduanya tidak mau mengalah. Keduanya berkelahi dan sama-sama menggunakan kesaktiannya untuk memperebutkan keris aji, akibatnya mereka berdua sama-sama tewas.

Utusan Aji Saka tak kunjung datang. Khawatirlah Aji Saka dan cemas menanti kedatangan abdinya yang setia. Akhirnya Aji Saka meninggalkan istana dan pergi kepegunungan Kendeng untuk menyusul para abdinya. Sesampai disana Aji Saka sangat terkejut karena menemukan mayat Dora dan Sembada tergeletak di tanah.

Ingatlah Aji Saka dengan pesannya kepada Sembada. Kedua abdinya tewas karena melaksanakan tugas yang diembannya. Kematian mereka sebagai bukti kesetiaan dan kepatuhan terhadap tuannya. Dengan kematian dua abdi setia, Aji Saka menciptakan huruf-huruf untuk mengabadikan kesetiaan kedua abdinya dalam melaksanakan tugas. Susunan huruf jawa yang terkenal itu diberinama Carakan. Susunan huruf jawa tersebut adalah :





ha na ca ra ka – da ta sa wa la – pa dha ja ya nya – ma ga ba tha nga

Arti dari susunan huruf jawa adalah :
  • Hana caraka = ada utusan
  • Data sawala = pada bertengkar
  • Padha jayanya = sama saktinya
  • Maga bathanga = mati bersama
Susunan huruf-huruf jawa yang dikenal dengan Carakan akhirnya digunakan oleh masyarakat tanah jawa pada masa itu.

No comments:

Post a Comment